Menempuh berbagai strata pendidikan dan segala macam profesi adalah perkara mudah bagi masyarakat yang memiliki ekonomi kuat. Namun tidak demikian bagi mereka dengan latar ekonomi lemah, karena butuh banyak perjuangan untuk meraih kesuksesan.
Sukses menempuh pendidikan tinggi melalui jalan terjal, setidaknya sudah dibuktikan Umar. Roda hidup selalu berputar, asal selalu dibarengi usaha keras.
Pria yang pernah menjadi guide ini, baru dilepas sebagai wisudawan Program Doktor (S3) Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (UNUD) Bali, setelah melalui sidang promosi Doktor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udaya pada 17 Juli 2020 lalu.
Acara promosi Doktor Umar, dipimpin Dekan FIB Unud Dr Made Sri Satyawati S.S M.Hum, dengan promotor dan tim penguji Prof Dr Made Budiarsa M.A (Promotor), Prof Dr I Nengah Sudipa M.A. (Kopromotor I), Dr. Made Sri Satyawati S.S M.Hum. (Kopromotor II). Tim penguji yang terdiri Prof Dr Ketut Artawa M.A, Prof Dr Ida Bagus Putra Yadnya M.A, Dr Ni Made Dhanawaty M.S, dan H Iwan Jazadi S.Pd M.Ed Ph.D.
Umar lulus dengan IPK 3,82 atau predikat dengan pujian. Kini namanya ditulis lengkap dengan gelar akademik Dr Umar S.Pd M.Pd.
Disertasi putra sulung dari Ismail Ibrahim ini, berjudul Pengembangan Teks Ajar Menulis Deskripsi Berbasis Lingkungan untuk Pembelajaran Bahasa Inggris Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Kabupaten Sumbawa.
Dalam presentasinya saat ujian terbuka pada 17 Juli 2020 lalu, Umar menjelaskan objek penelitian disertasinya berkaitan pengembangan teks ajar menulis deskripsi berbasis lingkungan untuk pembelajaran bahasa Inggris sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Sumbawa. Penelitian itu bertolak dari kesenjangan antara pentingnya bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi di era global dengan kenyataan lemahnya keterampilan siswa dalam menulis dengan bahasa Inggris. Yaitu, dengan menggunakan teori payung atau teori utama pembelajaran konstruktivisme, ditunjang teori pembelajaran bahasa Inggris, teori menulis teks deskripsi, dan tata bahasa Inggris, di antaranya kondisi materi ajar mata pelajaran bahasa Inggris kelas VII SMP di Kabupaten Sumbawa masih belum memadai.
Selain itu, buku materi ajar yang digunakan yaitu buku dari Kemendikbud yang berjudul When The Bell Rings, yang mana bahan ajar Bahasa Inggris yang digunakan sekolah saat ini memuat materi contoh-contoh singkat dan gambar penjelasan yang ringkas dan kurang menarik, terutama berkaitan materi menulis teks deskripsi, sehingga disimpulkan dibutuhkan suplemen buku penunjang lain dalam menunjang proses belajar mengajar siswa.
Idil Safitri, sepupu 1 dari Dr Umar mengaku bangga atas prestasi yang diraih Vice Chairman of the STKIP Paracendekia NW Sumbawa tersebut. Apalagi yang diketahuinya, melalui proses yang tak mudah, dengan kondisi ekonomi keluarga yang terbatas.
“Ikut bangga, karena tak mudah meraih itu semua. Memang dari kecil Aba Umar itu langganan juara 1, hidup sederhana tapi ilmu tinggi,” ujar cicit dari Pua (Puang) Zuma, yang berdarah Bima-Bugis ini.
Sebelum menjadi dosen STKIP Paracendekia NW Sumbawa, Dr Umar pernah melewati jalan terjal. Sejak duduk di bangku SD hingga SMAN 1 Kota Bima (dulu SMAN 1 Raba) dia langganan jawara kelas. Sejak SMA, pria kelahiran 22 Juli 1973 ini belajar secara otodidak bahasa Perancis. Selain bahasa Inggris, ia juga menguasai beberapa bahasa asing lain seperti bahasa Jepang, bahasa Jerman dan dialek bahasa Belanda.
Kondisi ekonomi keluarga membuatnya tak langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi setelah tamat SMAN 1 Kota Bima tahun 1994 lalu. Dia bekerja sebagai buruh di PT Veener Calabai. Tak lama, kepiawaiannya bahasa Inggris dan sejumlah bahasa asing, mengantarnya hijrah ke Kabupaten Sumbawa. Dia bekerja di Hotel Kencana di Sumbawa.
Setelah memiliki modal, ia kemudian mendaftar kuliah di STKIP Hamzanwadi pada usia 34 tahun, satu tahun batas akhir pendaftaran CPNS. Kemudian menyelesaikan S1 pada tahun 2010. Mendapat spirit di lingkungan akademik, Umar kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Ganesha di Bali, dengan rutin bolak balik ke Sumbawa Besar menggunakan sepeda motor, karena dia harus sambil bekerja. Setelah itu, Umar berhasil menyelesaikan program magister pada tahun 2013 dan tak berselang lama berhasil lolos program doktor Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Bali.
“Dia awalnya masuk kuliah saat usia 34 tahun, satu tahun sebelum batas umur pendaftaran PNS,” ujar, Ahmad, sepupu dari Dr Umar.
Sejumlah kerabatnya di Dusun Bajo Selatan Desa Bajo, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima mengaku kagum dengan perjuangan Umar hingga mampu menyelesaikan program doktor. Karena yang diraih merupakan hasil kerja kerasnya dari nol.
Orang tuanya, Ismail Ibrahim yang kesehariannya merupakan marbot Masjid An-Nur Dusun Bajo Selatan, turut bahagia atas prestasi yang diraih anaknya. Nyaris tanpa absen dia selalu menunaikan salat di masjid. Bahkan satu jam sebelum jemaah masjid datang, dia sudah hadir lebih awal di masjid, termasuk saat waktu subuh.
“Alhamdulillah sangat bahagia, karena kebahagiaan orang tua manakala melihat anaknya sukses,” ujar pria yang hampir lima waktu bertugas sebagai muazin Masjid An Nur Bajo ini.
Tak banyak yang bisa dilakukan Ismail untuk mensekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Apalagi selama ini dia hanya pernah menjadi nelayan untuk menafkahi hidup keluarganya, sebelum istrinya meninggal. Namun demikian, dia tetap mengirim doa tersebaik untuk anak-anaknya. Ia bersyukur beberapa anaknya sukses dengan pekerjaan masing-masing, termasuk Umar yang kini sukses meraih gelar doktor.
Salah satu saudara dari Dr Umar yang juga fasih berbahsa Inggris dan beberapa bahasa asing lain sejak bangku usaha perjalanan wisata (UPW) SMKN 1 Kota Bima, yaitu Mansyur yang kini telah bekerja di salah satu hotel di Sumbawa. Saudara sepupu Dr Umar, anak dari pamannya yang bekerja sebagai nelayan dan penyedia jasa angkutan bot tradisonal, juga telah sukses di Surabaya menjadi Kepala Sekolah Muhammadiyah di Surabaya. (TV11/*)
Tinggalkan Balasan