Bima, TVSEBELAS.COM— Kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat belum terkendali. Sejak April 2020 lalu hingga Mei ini dilaporkan dua warga Kabupaten Bima meninggal setelah digigit anjing. Dua kasus itu terjadi di Kecamatan Tambora dan Kecamatan Ambalawi.
Camat Ambalawi Kabupaten Bima, Ishaka Hasan SH mengungkapkan adanya peningkatan jumlah gigitan HPR di wilayah setempat. Bahkan pada 4 Mei 2020, Siti Riya (48 tahun), warga Dusun Terabula Desa Rite meninggal setelah sempat dibawa ke Puskesmas Ambalawi untuk menjalani perawatan.
Ishaka menyebut, kasus terbaru gigitan HPR dialami dua warganya di Dusun Nonu Desa Rite, Kecamatan Ambalawi. “Kasusnya memang meningkat, terdapat lagi warga yang digigit anjing,” ungkapnya, Kamis (28/5/2020).
Sebelumnya, Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Kabupaten Bima Drh Joko Agus Guyanto mengatakan, pada 3 Maret 2020 warga Desa Labuan Kanangan Kecamatan Tambora atas nama Ady Chandra, meninggal dunia di Puskesmas Tambora karena digigit anjing rabies.
“Dia digigit anjing pada 15 Oktober 2019, tetapi tidak melaporkan bahwa ia pernah digigit anjing dan dia tidak berani untuk diberikan vaksin anti rabies. Digigit hewan penular rabies itu kalau telat, ya mati,” ujar Dokter Joko kepada Berita11 Group, belum lama ini.
Diakuinya, tindakan pencucian luka bekas gigitan anjing atau HPR dapat menolong jiwa manusia hingga 80 persen. Namun harus disertai vaksin anti rabies. Sebelumnya kasus gigitan anjing juga meningkat di Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima.
Kabupaten Bima Butuh 100.000 Dosis Vaksin
Joko Agus Guyanto mengatakan, penanganan rabies di Kabupaten Bima tenggelam karena konsentrasi berbagai pihak lebih fokus pada penanganan Covid-19, padahal wabah rabies yang statusnya kejadian luar biasa (KLB) di Kabupaten Bima, belum dicabut. Penyebaran virus rabies dari HPR bahkan jauh lebih berbahaya dari virus Corona, karena jika tidak dikendalikan, mengancam banyak jiwa manusia.
Pada awal tahun 2020 lalu, gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Kabupaten Bima 833 kasus, jumlah positif rabies 54 kasus yang tersebar pada 16 kecamatan. Jumlah kasus tersebut meningkat hingga Mei 2020 ini. “Tinggal dua kecamatan yang belum tersentuh kasus positif rabies,” ujarnya.
Menurut Joko, kendala utama penanganan kasus GHPR dan upaya penanganan penyebaran HPR berkaitan sarana pendukung seperti racun untuk anjing. Hingga 2020, populasi anjing di wilayah Kabupaten Bima 140.000 ekor.
“Syarat aman terhadap rabies, 70 persen tersedianya vaksin yaitu 100.000 dosis, sedangkan jumlah dosis yang baru dapat disediakan pemerintah melalui pengadaan hanya 29.000 vaksin, sehingga belum mencapai separuh dari total kebutuhan,” ujar dia.
Diakui Dokter Joko, permasalahan tersebut disebabkan tidak adanya alokasi anggaran untuk penanganan rabies, khususnya untuk vaksin anti rabies. Pada APBD Kabupaten Bima tahun 2020, vaksin yang dialokasikan hanya 7.800 dosis. Selebihnya 5.000 dosis merupakan dukungan dari Pemerintah Provinsi NTB melalui APBD I dan dukungan pemerintah pusat sebanyak 17.000 dosis.
“Totalnya 29.000 dosis vaksin anti rabies, kurang jika dibandingkan total kebutuhan vaksin di wilayah Kabupaten Bima minimal 100.000 dosis vaksin. Jumlah tersebut belum mencapai separuhnya. Karena kendala racun, upaya kami sekarang memberikan vaksin kepada HPR,” ujarnya.
Dokter Joko memprediksi peningkatan jumlah kasus GHPR pada April dan Mei seiring kondisi masyarakat yang memasuki musim panen tanaman di ladang dan kebun, karena anjing akan tersebar dan membuat penyebaran kasus gigitan HPR meningkat. [TV11]
Discussion about this post